perspektif yang overlapping.
Mulai dari psikology, pengobatan, kriminologi, dan seksualitas ditengah
eksplorasinya tentang fakta-fakta dalam ruang modernitas.
Yang perlu dipahami adalah bahwa
konsep tentang ‘diskursus’ merupakan kunci untuk mempersepsi setiap pemikiran
Foucault. Sebab secara tegas, Foucault telah mendeskripsikan bahwa diskursus
merupakan jalan untuk mengidentifikasi kebenaran dan pengetahuan pada realitas
di rentang sejarah tertentu yang menetapkan seperangkat aturan dalam
mendefinisikan realitas. Ini secara khusus berhubungan dengan diskursus
saintifika (scientific discourses) yang terlegilimasi oleh paradigma rasional.
Diskursus berisi kekuasaan. Sebab ia pada dasarnya menciptakan fakta-fakta
kebenaran dan pengetahuan. Dan tentunya kuasa diskursus tergerak untuk mencipta
substansi tentang norma-norma social dan perilaku beserta pelembagaannya.
Wacana
(diskursus) eksis dalam kelompok-kelompok yang berhubungan secara relasional di
ruang-ruang yang mengontrol perilaku atau di medan diskursif. Dalam analisa
Foucauldian, kuasa tidak dimonopoli oleh satu subyek yang secara otoritatif
mengontrol kelaziman diskursus; sebaliknya medan diskursif terdiri dari banyak
subyek (multiple subjects) yang saling memanipulasi aneka ragam diskursus secara
luas. Bagi Foucault, permasalahan yang hadir di ruang social bukanlah senyatanya
lahir dari diskursus, namun ia merupakan implikasi dari efek kuasa diskursus dan
efek dari tipe pengetahuan yang diproduksi dan diinstitusionalisasi. Sejak
kekuasaan berada di dalam diskursus, ia tidak hanya lahir dari satu sumber.
Namun kuasa itu menjadi heterogen dan pluralistic, ia lahir dari domain manapun
dan berada dimana saja. Sebuah pola perlawanan terhadap bentuk kuasa dominan
yang dibangun melalui produksi diskursus baru yang selanjutnya melahirkan
kebenaran baru dan counter diskursus yang menyediakan berbagai katagori
keberadaan kebenaran dan akhirnya meberi klaim legitimasi demi menopang wujud
kebenaran yang telah ada.
Karya arkeologis Foucault
Kerja-kerja awal Foucault lebih cenderung berfokus pada persoalan arkeologi
pengetahuan, yang ia jadikan kerangaka metodis untuk mendekonstruksi pokok
ketidaksadaran sebuah domain spesifik dalam rentang sejarah tertentu. Di sini
Foucault menentang totaliasasi dan abstraksi sejarah yang sering diperagakan
oleh berbagai disiplin kesejarahan dalam mengurai fakta-fakta. Dia pun
membeberkan pokok individualitas kompleks manusia eropa pasca Renaissance dan
mengungkap tentang diskursus yang tak tersentral. Ini bukan berarti menyatakan
tentang pembongkaran keseluruhan “struktur, koherensi dan kejelasan menuju akhir
perubahan pertandaan” [Best and Kellner 1991 : 43]. Tetapi lebih berfokus pada
rekonfigurasi ruang epistemologis yang menyatakan mapannya regulasi-regulasi,
relasi, ketersambungan dan totalitas yang eksis dibawah naungan narasi sejarah
yang diperagakan secara global. Dalam hal ini Foucault bersabda :
The
great biological image of a progressive maturation of science still underpins a
good many hystorical analyses : it does noe seem to me to be pertinent to
history …. It’s a question of what govern statement, and the way in which they
govern each other so as to constitute a set of propositions which are
scientifically acceptable, and hence capable of being verified or falsified by
scientific procedures. In short, there is a problem of the regime, the politics
of scientific statements. At level it’s not so much a matter of knowing what
external power imposes itself on science, as os what effect of power circulate
among scientific statement, what constitutes, as it were, theit internal regime
of power, and how and why at certain moment that regime undergoes a global
modification.[Foucault
1980 : 112-13].
(Penampakan
biologis yang sedemikian besar dari kedewasaan progressif sebuah ilmu
pengetahuan masih saja diyakini bersemayam dibawah sebuah analisa sejarah; soal
itu tak ada kaitannya dengan uraian sejarah yang saya geluti….Sebab sejarah (bagi
saya) dilacak dari sebuah pertanyaan tentang latar belakang ditentukan dan
dikuasainya sebuah statement, dan jalan dimana mereka menguasai yang lainnya
agar dapat mengatur seperangkat proposisi, yang secara keilmuan, dapat diterima
untuk selanjutnya dapat dibenarkan ataupun dipersalahkan melalui prosedur
ilmiyah. Singkatnya, ada persoalan dengan rezim, sebuah pola politisasi
statement. Dalam level ini tidak penting untuk mengetahui efek apa yang muncul
dari kuasa eksternal yang mengganggunya dalam keilmuan. Hingga pada persoalan
apa efek kuasa yang bersemayam ditengah-tengah statement keilmuan, apa yang
membuatnya terlembagakan Justeru masalahnya ada pada pergolakan internal rezim
kuasa, ‘bagaimana’ dan ‘kenapa’ dalam banyak hal rezim itu menjadi sebuah
modifikasi global. [Foucault 1a980 : 112-13])
Dalam
proyek pemikiran pertamanya, Madness and civilization (original Frens
edition 1961; English edition 1965), Foucault melacak evolusi hubungan antara
kegilaan dan nalar modern. Dia menguji kesejarahan dan proses diskursif dimana
kegilaan dikonstruksi sebagai sesuatu yang dipertentangkan dengan basis rasio
dan secara sistematis dipisahkan dari nalar melalui “diskursus pengasingan dan
kurungsn ysng terinstitusi (discourse of exclusion and institutions of
confinement)”.
Institusi pengasingan
yang paling paling awal adalah ‘leprosarium’ (rumah sakit orang lepra) [Foucault
1965 :3] dimasa abad pertengahan. Penyakit lepra kemudian hilang semenjak akhir
abad pertengahan. Ia hilang bukan karena tersembuhkan, namun secara luas lebih
dilatari oleh pola pengucilan dan pembuangan dari institusi yang mengayominya.
Perlu dipahami bahwa lepra dimasa itu didudukkan dan dipersandingkan dengan
bayang-bayang keagamaan. Dalam hal ini ia dipersepsi sebagai manifestasi
kemarahan suci (baca :kutukan) dan keharuan. Begitulah,
...
(Lanjut
..!)
|