KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI

 

            Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional (2000) pernah mengungkapkan bahwa salah satu kelemahan Sistem Pendidikan Nasional yang dikembangkan di tanah air adalah kurangnya perhatian pada Out Put. Standar kompetensi apa yang harus dikuasai oleh seorang peserta didik setelah mengikuti kegiatan belajar, belum mendapat perhatian semestinya.

            Dalam pendidikan terdapat dua jenis standar, yaitu standar akademis (academic content standards) dan standar kompetensi (performance standards). Standar akademis merefleksikan pengetahuan dan ketrampilan esensial setiap disiplin ilmu yang harus dipelajari oleh seluruh peserta didik, sedangkan standar kompetensi di tunjukkan dalam proses atau hasil kegiatan yang didemonstrasikan oleh peserta didik sebagai penerapan dari pengetahuan dan ketrampilan yang telah dipelajari.

            Kompetensi merupakan perpaduan dari pengetahuan ketrampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga ia dapat melakukan perilaku-perilaku kognitif, afektif, dan psikomotorik sebaik-baiknya. Sejalan dengan ti, Finch dan Crunkilton (1979 : 222) mengartikan kompetensi sebagai penguasa terhadap suatu tugas, ketrampilan, sikap dan apresiasi yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan. 1

            Dengan demikian terdapat hubungan (link) antara tugas-tugas yang dipelajari peserta didik disekolah dengan kemampuan yang diperlukan oleh dunia kerja sama yang basis antara pendidikan dengan dunia kerja, terutama dalam mengidentifikasi dan menganalisis kompetensi yang perlu diajarkan kepada peserta didik disekolah.

            Kurikulum berbasis kompetensi menuntut guru yang berkualitas dan professional untuk melakukan kerja sama dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan.

            Dalam implementasi kurikulum berbasis kompetensi, terdapat berbagai upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Hal tersebut antara lain peningkatan motivasi belajar.

            Proses pembelajaran pada hakekatnya untuk mengembangkan aktifitas dan kratifitas peserta didik, melalui berbagai interaksi dan pengalaman belajar. Namun dalam pelaksanaannya seringkali kita tidak sadar, bahwa masih banyak kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan justru menghambar aktifitas dan kreativitas peserta didik. Apa yang diungkapkan diatas dapat dilihat dalam proses pembelajaran dikelas, yang pada umumnya lebih menekankan aspek kognitif, dimana kemampuan mental yang dipelajari sebagian besar berpusat pada pemahaman bahan pengetahuan, dan ingatan. Dalam situasi yang demikian, biasanya menghafalnya. Guru pada umumnya kurang menyenangi situasi dimana para peserta didik banyak bertanya mengenai hal-hal yang berada diluar konteks yang dibicarakannya. Dengan kondisi yang demikian maka aktivitas dan kreativitas para peserta didik terhambat, atau tidak dapat berkembang secara optimal. Hal ini membawa pengaruh bagi pengembangan jiwa dan kognitif seorang peserta didik. Karena rasa keingintahuan mereka terhadap sesuatu yang baru mendapat batasan batasan, dari pendidik. Hal itu akan membuat peserta didik hanya menjadi pasif dan intelegensinya tidak berkembang.

            Menurut Gibbs 2, dalam penelitaanya menyimpulkaan bahwa peserta didik akan lebih kreatif jika :

  1. Dikembangkan rasa percaya diri dan mengurangi rasa takut.
  2. Memberi kesempatan untuk berkomunikasi bebas dan terarah.
  3. Melibatkan mereka dalam menentukan tujuan belajar dan evaluasinya.
  4. Memberikan pengawasan yang tidak terlalu ketat dan tidak otoriter.
  5. Melibatkan mereka secara aktif dan kreatif dalam proses pembelajaran secara keseluruhan.

            Disiplin merupakan suatu hal yang mudah diucapkan, tapi sukar dilaksanakan secara tradisional, disiplin diartikan kepatuhan terhadap pengendalian dari luar interpretasi. Baru menganggapnya sebagai pengendalian dari dalam sebagaimana ketatan terhdap pembatasan dari luar. Berdasarkan uraian tersebut disiplin sekolah dapat diartikan sebagai keadaan tertib dimana guru, staf sekolah dan peserta didik yang tergabung dalam sekolah tundik pada peraturan yang telah ditetapkan dengan senang hari. Disiplin sekolah bertujuan untuk membantu peserta didik menemukan dirinya dan mengatasi, serta mencegah timbulnya problem-probelm disiplin dan berusaha menciptakan situasi yang menyenangkan bagi kegiatan pembelajaran, sehingga mereka mentaati segala peraturan yang telah ditetapkan. Dengan demikian disiplin dapat merupakan bantuan pada peserta didik agar mereka mampu berdiri sendiri.

            Motivasi merupakan salah satu yang turut menentukan keefektifan pembelajaran. Menurut Callahan an Clark (1988) motivasi adalah tenaga pendorong atau penarik yang menyebabkan adanya tingkah laku ke arah suatu tujuan tertentu. Peserta didik akan belajar dengan sungguh-sungguh apabila memiliki motivasi yang tinggi. Dengan kata lain seorang peserta didik akan belajar dengan baik apabila ada factor pendorongnya (motivasi). Dalam kaitan ini guru dituntut memiliki kempuan membangkitkan motivasi belajar peserta didik, sehingga dapat mencapai tujuan belajar.

            Seorang pendidik (dalam hal ini adalah guru) yang memahami psikologi, dalam mengevaluasi hasil belajar seorang peserta didik akan senantiasa memperhitungkan aspek-aspek psikologis anak yang akan dievaluasi sejak dari persiapan sampai pada pelaksanaan dan tindak lanjutnya. Misalnya saja :

§         Kepada anak umur berapa kurikulum berbasisi kompetensi itu diberikan ?

§         Kepada anak yang bermental bagaimana ?

§         Kepada anak yang berminat dalam bidang tertentu ?

            Hal – hal tersebut harus ikut diperhitungkan dalam rangka kegiatan evaluasi, lalu follow up nya pun aspek-aspek psikologis tersebut harus tetap diperhitungkan. Misalnya saja jika anak tersebut ternyata tidak berhasil mengikuti kurikulum berbasisi kompetensi ini, kita tidak dapat menyatakan bahwa si A adalah tolol, akan tetapi perlu dicari faktor-faktor penyebab sehingga anak tersebut gagal dalam mengikuti kurikulum  tersebut.

            Dengan pemahaman psikologi kita sebagai seorang pengajar akan dapat memiliki dan menyusun evaluasi secara tepat, memilih dan menyusun program-program belajar secara tepat, dapat memperhitungkan kemungkinan faktor-faktor penghambat dan penunjang belajar anak, serta dapat membantu membimbing dan mengatasi segala kesulitan yang dihadapi anak dalam belajar. Pada gilirannya kita akan dapat mengarahkan pertimbangan dan perkembangan anak secara wajar dalam rangka mencapai tujuan hidup yang lebih baik.

            Secara psikologis, kurikulum berbasis kompetensi memiliki efek yang baik bagi seorang peserta didik, karena kurikulum berbasis kompetensi secara tidak langsung akan memacu semangat seorang peserta didik, karena dia dituntut untuk menguasai pengetahuan, dan memiliki ketrampilan, serta memacu jiwa berkompetensi dengan kawan-kawannya.

            Namun tentu saja kurikulum berbasis kompetensi ini harus disesuaikan denagn keadaan para peserta didik. Misalnya saja untuk anak yang cerdas, dia memiliki usia mental lebih tinggi dari pada usinya, karena mampu mengerjakan tugas-tugas untuk anak yang usinya lebih tinggi, sebaliknya ada yang berusia delapan tahun,namun dia tidak mampu mengerjakan tugas yang sesuai dengan usianya, dia hanya mampu mengerjakan tugas untuk anak yang berusia 5 atau 6 tahn, dia hanya mampu mengerjakan tugas anak yang berusia 5 atau 6 tahun. Sehingga di perlukan penerapan kurikulum yang berbeda bagi anak-anak tersebut.

            Hal lain yang juga harus diperhatikan dalam pengembangan kurikulum berbasisi kompetensi adalah kebutuhan setiap peserta didik sebagai manusia. Di antara sekian banyak kebutuhan manusia, terdapat kebutuhan utama, yang biasa dikenal dengan istilah kebutuhan dasar misalnya saja kebutuhan fisik (makan,minum dan seks), kebutuhan keamanan dan kebutuhan cinta dan kebutuhan aktualisasi diri.

            Memahami perbedaan individu dalam pengembangan kurikulum berbasis kompetensi peserta didik dapat diklasifikasikan ke dalam 3 kelompok yaitu :

  1. Normal.
  2. Sedang.
  3. Tinggi.

            Pengelompokan peserta didik tersebut perlu dijadikan bahan pertimbangan dan diperhatikan dalam menyusun silabus, baik yang dikembangkan oleh Dinas Pendidikan setempat maupun sekolah. Begitu pun bagi  guru, calon guru, dan kepala sekolah. Pemahaman terhadap perbedaan individu sangat diperlukan agar dapat mengimplementasikan kurikulum berbasisi kompetensi secara efektif. Dalam hal ini KBK dapat didiversifikasi atau diperluas, di perdalam dan disesuaikan dengan keberagaman kondisi dan kebutuhan, baik yang menyangkut kemampuan atau potensi peserta didik maupun yang menyangkut potensi social.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Ahmad,Abu ; Psikologi Belajar, Rineka Cipta, Jakarta, 1991

Mulyasa, E ;  Kurikulum Berbasis Kompetensi, Rosda, Bandung, 2003 



1 E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi, 2003, Rosda, Bandung, hal 38.

2 Ibid, hal 106