dehumanis daripada kekejaman fisik sebelumnya. Dalam analisa Foucault asylum modern menyimbolkan keberhasilan rasionalitas. Baginya, “Madness will be punished in the asylum, even if it is innocent outside of it. For along time to come, and until our own day at least, it is imprisoned in a moral world” [Foucault 1965: 269].

(Kegilaan akan dihukum di asylum, meskipun ia tak berdosa diluarnya. Dalam senggang waktu yang akan datang, hingga kehidupan kita sendiri paling tidak, kegilaan terpenjara dalam dunia moral) [Foucault 1965: 269].

Foucault melacak konstruksi kegilaan modern melalui citra-citra yang terasosiasi dengan lepra di abad tengah, yang dijelaskan oleh diskontinuitas agung (great discontinuities) spesifik dalam sebuah konteks sosio-historis partikular yang membangun diskursus ilmiyah modern. Madness and civilization berfokus pada dua hal yaitu institusi-institusi sosial (social institutions) dan diskursivitas-diskursivitas ketaksadaran (unconsciousness discursivities) yang berada dibawah naungan institusi sosial. Bagaimanapun, karya-karya arkeologis Foucault lain yang mempunyai perhatian paling besar dalam persoalan aturan-aturan tersembunyi (the latent rules) dari medan diskursif, menyebabkan banyak kritik dialamatkan kepadanya. Seperti kritik Jurgen Habermas yang menuduhnya menetapkan: ‘total autonomy’ to discourse over social institutions and practices [Best and kellner 1991: 45].

Dalam karya arkeologis selanjutnya, The birth of clinic (original french edition 1963), Foucault menguji evolusi spekulatif dan meninjau secara holistik obat-obatan masa pra klasik sampai pada obat-obatan empiris modern, yang keduanya dikarakterisasi oleh keilmiyahan anonim (anonymous scientism) dan tatapan keilmuan (scientific gaze). Uraian besar foucault dalam rajutan arkeologisnya terdapat pada buku selanjutnya, The Order of Thing (original French edition 1963), dimana ia mendeskripsikan sebuah kemunculan ilmu humaniora dan ilmu sosial produk dari apa yang ia namakan sebagai “the underlying rules, assumption and proedures of Renaissance, classical and modern eras” [Best and Kellner 1991: 43]. Foucault dalam hal ini juga mengidentifikasi eksistensi ‘manusia’ sebgai konatruksi diskursif yang lahir dari pengetahuan ilmiyah dan penyelidikan. Dalam karya arkeologis terakhirnya, The Archeology of Knowledge (original French edition 1971) Foucault mengajukan kritik refleksif dan klarifikasi tehadap proyek intelektualnya: bahwa bangunan sejarah dan ruang teoritis epistemologis yang berada di pusara konsepsi abad modern tentang “kontinuitas, genesis, totalitas dan subyek”, bukan merupakan proses amatan sebagai sebuah kebenaran namun lebih sebagai struktur historiko-politis yang menghendaki uji coba dan analisis.

Nah, dalam berbagai karya arkeologisnya diatas, Foucault mengkritik fokus yang berlebihan sebuah diskursus, yang termanifestasi dalam praktek dan institusi sosial. Argumen ini tercermin dari krja-kerja periodiknya, khususnya Madness and Civilization dimana ia mendeskripsikan tentang relasi antara definisi klinis sebuah kegilaan dan asylum modern. The Birth of Clinic juga mengilustrasikan konsentrasinya pada politiking aparatus, pengawasan dan pendisiplinan.

Namun demikian, konsentrasi arkeologis Foucault secara jelas mengkhususkan analisis tentang teori dan pengetahuan yang melebihi praktek sosial dan institusinya. Sebuah amatan terhadapa efek diskursus dalam suhu plitik dan sosial yang membutuhkan evaluasi institusi material. Prinsip ini memandu Foucault kepada tahap intelektual selanjutnya yang ia pinjam dari prinsip genealogi Nietzschean yang secara eksplisit berkonsentrasi pada efek kekuasaan dan relasinya dengan pengetahuan.

Karya Genealogis Foucault

Genealogi menandakan pergeseran fokus kerja intelektual Foucault, namun tidak secara fundamental merubah visinya. Sebagaimana karya arkeologisnya, konsentrasi genealogi mengeksplorasi diskontinuitas diskursus dan menjelaskan posisi konteks historis yang dipresentasi sebagai sesuatu yang absolut. Mengikuti lacakan arkeologi, genealogi berfokus pada keserbaragaman dan pluralitas yang bersarang dalam medan diskursif; menunjukkan pola pergeseran, diskontinuitas yang mengalir dalam evolusi historis; dan menguji aturan-aturan rasio dalam memproduksi ilmu humaniora. Meski demikian, pola operasional genealogi berbeda dengan arkeologi. Genealogi lebih mengarahkan bidikannya pada institusi sosial, politik dan ekonomi sekaligus praktek-prakteknya. Lebih jauh, letak perbedaan genealogi dari arkeologi adalah bahwa genealogi berusaha membidik relasi antara domain diskursif dan non-diskursif. Menurut Foucault, jika arkeologi merupakan metodologi yang tepat bagi diskursivitas lokal, maka genealogi menyediakan taktik dimana pengetahuan subyektif yang telah diudar akan dibawa dalam permainan ditengah basis deskripsi di ruang diskursif lokal. Dengan demikian, arkeologi membuka terjadinya proses penampakan adanya perbedaan perbedaan (diferensiasi) lokal yang sebelumnya telah dikaburkan oleh konstruksi dominan; sementara genealogi menampakkan adanya metode-metode dimana perbedaan-perbedaan lokal tersebut dapat menjadi rekonfigurasi epistemologis.

Mengikuti posisi ini, Foucault memulai rajutan teoritisnya tentang kekuasaan pada tahun 1970 dari hal-hal yang berkait dengan perspektif non-totalitas, non-subyektif dan non-humaninist. Konsepsinya tentang kekuasaan kemudian secara radikal berbeda dengan makro-perspektif sebelumnya, baik tentang hukum, politik maupun ekonomi. Dia menasehatkan bahwa kekuasaan tidak dapat diidentifikasi dan ditelaah hanya pada aparatus-aparatusnya, dan bahwa ia lebih menyebar, non spesifik dan berragam, membentuk identitas individual dan tubuh. Dengan demikian, tidak sama dengan persepsi tentang kekuasaan yang selama ini ada sebab dia tidak melihatnya sebagai suatu penghambat atau ...LANJUT