Cara
Membaca Al-Qur’an Mohammed Arkoun
Aturan-aturan
metode Arkoun yang hendak diterapkannya kepada Al-Quran (termasuk kitab suci
yang lainnya) terdiri dari dua kerangka raksasa:
1. Mengangkat
makna dari apa yang dapat disebut dengan sacra doctrina dalam Islam dengan
menundukkan teks al-Qur’an dan semua teks yang sepanjang sejarah pemikiran
Islam telah berusaha menjelaskannya (tafsir dan semua litaeratur yang ada
kaitannya dengan Al-Qur’an baik langsung maupun tidak), kepada suatu ujian
kritis yang tepat untuk menghilangkan kerancuan-kerancuan,
untuk memperlihatkan dengan jelas
kesalahan-kesalahan, penyimpangan-penyimpangan dan
ketakcukupan-ketakcukupan, dan untuk mengarah kepada pelajaran-pelajaran yang
selalu berlaku
2. Menetapkan
suatu kriteriologi [35]yang didalamnya akan dianalisis motif-motif yang dapat
dikemukakan oleh kecerdasan masa kini, baik untuk menolakmaupun untuk
mempertahankan konsepsi-konsepsi yang dipelajari.
Dalam
mengangkat makna dari Al-Qur’an, hal yang paling pertama dijauhi oleh
Arkoun adalah pretensi untuk menetapkan makna sebenarnya dari Al-Qur’an.
Sebab, Arkoun tidak ingin membakukan makna Al-Qur’an dengan cara tertentu,
kecuali menghadirkan sebisa mungkin aneka ragam maknanya.
Untuk
itu, pembacaan mencakup tiga saat (moment):
1)
Suatu saat linguistis yang memungkinkan kita untuk menemukan keteraturan dasar di bawah keteraturan yang tampak.
2)
Suatu saat antropologi, mengenali dalam Al-Qur’an
bahasanya yang bersusunan mitis.
3)
Suatu saat historis yang di dalamnya akan akan ditetapkan
jangkauan dan batas-batas tafsir logiko-leksikografis dan tafsir-tafsir
imajinatif yang sampai hari ini dicoba oleh kaum muslim.[36]
1. Moment Linguistis Kritis
Pembacaan linguistik dimulai dengan pengumpulan data-data
linguistis dari Al-Qur’an sebagaimana tertulis. Dalam tahap ini, misalnya,
Arkoun memeriksa tanda-tanda bahasa (modalisateur du dicours). Karena kanon
resmi tertutup ditulis dalam bahasa arab, maka tanda-tanda bahasa yang harus
diperhatikan adalah tanda-tanda (bahasa) bahasa arab. Menurut Arkoun, semakin
kita menegaskan modalisateur du discours, kita semakin memahami maksud
(intention) dari locuteur ( قائلatau penutur).
Untuk memasuki proses pengujaran, di antara unsur-unsur
linguistik yang diperiksa biasanya adalah determinan (اسم المعرفة) kata
ganti orang (pronomina, ضمير),
kata kerja (فعل), sistem kata benda (اسم dan مسمى), struktur sintaksis dan lain-lain. Pemeriksaan terhadap
unsur-unsur linguistis ini dimaksudkan untuk
menganalisis aktan-aktan (actants),
yaitu pelaku yang melakukan tindakan yang berada dalam teks atau narasi.
Dengan kategori aktan, ujaran (Perancis enonce/Inggris utterance) dipandang
sebagai suatu hubungan antara berbagai aktan yang membentuknya. Atau,dalam kaca
mata linguistik, ujaran mau tidak mau harus dilihat dari dari kategori hubungan
antar aktan.
Dilihat dari kategori ini, ada tiga poros hubungan antar-aktan. Poros Pertama dan yang terpenting adalah poros subyek-obyek di mana orang dapat memeriksa siapa melakukan. Poros kedua adalah poros pengirim-penerima yang menjawab persoalan siapa melakukan dan untuk siapa dilakukan. Sedengkan poros ketiga dimaksudkan untuk mecari aktan yang mendukung dan menentang subyek, yang berada dalam poros pendukung-penerima . Ketiga pasangan aktan ini dapat membantu pembaca untuk mengidentifikasi aktan dan kedudukannya.
Aktan tidak selalu harus berupa orang atau pribadi, tapi
juga bisa berupa nilai. [37] Dengan kategori poros aktan pengirim-penerima,
misalnya, Arkoun mengatakan bahwa Allah adalah aktan pengirim-penerima; manusia
sebagai pengujar adalah aktan penerima-pengirim. Dalam kebanyakan surat Al-Qur’an,
Allah Swt adalah aktan pengirim (destinateur) pesan, sementara manusia adalah
aktan penerima (destinaire) pesan. Akan tetapi hal sebaliknya juga bisa
berlaku: manusia juga menjadi pengirim dan Allah menjadi
penerima. Analisis aktansial ini tidak saja diterapkan pada tingkat
sintaksis tapi juga terhadap seluruh teks sebagai suatu kesatuan atau seluruh
narasi.Hasil dari kritik linguistik di
atas sebenarnya sudah banyak dipikirkan oleh para mufassir klasik. Mereka
mementingkan dan sudah terbiasa dengan analisis sintaksis. Tetapi bagi Arkoun
lebih dari itu: pentingnya analisis linguistis kritis ini terletak pada
kemungkinan mengungkapkan tatanan yang mendalam yang berada di balik penampakan
teks yang seolah-olah tidak teratur.